Gubernur Koster: Lindungi Petani Garam Bali !

Gubernur Bali I Wayan Koster

KARANGASEM, Balifactualnews.com—Sempat mati suri karena monopoli produksi garam beryodium, petani garam Bali,  khusunya di wilayah Amed, Desa Purwakerthi, Karangasem kembali bergairah. Hal ini  tidak terlepas dari keseriusan Gubernur Bali I Wayan Koster, dalam melindungi  produk lokal yang berbasis kearifan lokal Bali.

Surat Edaran (SE) nomor 17  tahun 2021, tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional  Lokal Bali, dikeluarkan Gubernur, membuat petani garam di Bali semakin terlecut untuk meningkatkan produksi garamnya.  Bukan itu saja, keseriusan Koster dalam memberikan perlindungan  terhadap petani garam Bali, dibuktikan dengan mempermudah  mencari bantuan modal ke Bank BPD Bali.

Tidak cukup sampai disana, mantan Anggota DPR-RI 3 periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menelusuri peraturan di Pemerintah Pusat yang berkaitan dengan garam.

“Soal garam ini ternyata ada Kepresnya Nomor 69 Tahun 1994 tentang Garam Beryodium. Ini menjadi kendala untuk pengembangan garam tradisional. Atas kondisi ini dan adanya berbagai masukan, Saya langsung  bertemu Menteri Kelautan agar Kepres tersebut direvisi,” jelas Koster saat menghadiri launching produk Kredit Membangun Masyarakat Bali (Mesari) Bank BPD Bali di wantilan objek wisata tirta Jemeluk, Kecamatan Abang, Karangasem, Rabu  27 Oktober 2021.

Dikatakan, dua minggu pasca  bertemu Menteri Kelautan, pihaknya langsung bertemu Presiden Joko Widodo dan mengajukan surat  untuk mengoreksi regulasi tersebut. Alasanhya, Kepres  69 tahun 1994 tidak berpihak kepada rakyat.

“Kepres 69 tetang garam membuat produk lokal kita tergencet terus. Mestinya malu, sebagai negara maritim  kita masih mengimpor garam, di negara agraris kita masih mengimpor beras hingga bawang putih.  Harusnya terhadap hal ini kita bisa ekspor,” tegas Koster,  seraya mengungkapkan perubahan Kepres tersebut sudah di respon, untuk dirubah menjadi Perpres.

Koster, mengatakan, saat ini kendala petani garam dalam memproduksi garam, salah satunya adalah permodalan. Untuk itu, pemerintah harus bisa memfasilitasi petani ini dalam permodalan melalui pinjaman KUR. Dengan demikian, maka petani garam bisa terus memproduksi garam untuk kelanjutan usaha mereka.

“Pemerintah wajib memfasilitasi dari segi permodalan untuk keberlangsungan usaha petani. Sehingga petani bisa terus bertahan dan mengembangkan usaha mereka,” ucap Koster.

Pada kesempatan itu, Koster juga menginstruksikan agar Pemkab Karangasem melindungi petani garam Amed. Apabila tidak dilindungi, kata Koster, diyakini  lambat laut petani garam Bai dan Amed akan mengalami kepunahan.

“Garam Amed merupakan sumber perekonomian warga disini. Ini juga merupakan warisan dari leluhur secara turun temurun. Jadi, semua ini harus dijaga jangan sampai petani garam punah,” tegas koster, seraya meminta Bupati Karangasem I Gede Dana  untuk membatasi pemberian ijin  di kawasan pesisir yang menjadi sumber pembuatan garam.

Dalam produksi garam tradisional lokal Bali, Gubernur  mengharapkan adanya pasar, misalnya membrending produk  dengan kemasan yang menarik. “Pasar garam kita ya orang Bali  sendiri. Seperti di Karangasem jumlah penduduknya 521. 000, atau di Bali jumlahnya 4,3 juta orang yang mesti memanfaatkan garam tradisional lokal Bali ini,” tegasnya.

Ketua MPIG Garam Amed, I Nengah Suanda, menegaskan, permodalan untuk keberlangsungan pembuatan garam ini memang sangat diperlukan untuk biaya produksi. Kata dia, ada puluhan petani garam yang mengajukan permohonan KUR untuk modal pengembangan garam ini.

“Ada sekitar 30 orang petani yang mengajukan KUR. Tapi, dari jumlah itu baru sembilan orang yang keluar. Sisanya mungkin masih dalam proses,” pungkas Suanda. (tio/bfn)

Exit mobile version