Utama  

Kasus Kerumunan Pemuda Kampung Jawa, GPS Tuding Polisi Terkesan Melindungi

Gede Pasek Suardika (GPS)

DENPASAR Balifactualnews.com— Masyarakat adat Bali menuntut keadilan atas kasus kerumunan sejumlah pemuda di Kampung Jawa, Jalan Ahmad  Yani,  Denpasar, saat malam takbiran,  Minggu (24/5/20) malam lalu.    Tuntutan bermula, karena  aparat kepolisian tidak mengambil tindakan dan terkesan melindungi.

Sikap  pihak kepolisian  yang tak adil, mengundang reaksi masyarakat Bali. Pasalnya  pada kasus yang sama, yakni kasus ngaben Dadia di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng awal Mei lalu,  polisi  terlihat sangat diskriminatif dan langsung menetapkan tersangka. Padahal saat itu  masih sebatas himbauan.

“Aparat kepolisian terkesan melindungi kasus kerumunan  pemuda  Kampung Jawa, saat malam takbiran .  Mereka tidak melakukan tindakan diskriminatif, padahal saat ini Denpasar sedang menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM),”  ucap I Gede Pasek Suardika, saat dikonfirmasi media ini,  Senin (25/5/20).

Menurut GPS, demikian  mantan Ketua Komisi III DPR-RI disapa, kasus  kerumunan warga Kampung Jawa, akan menjadi api dalam sekam, apabila pihak kepolisian tidak bertindak tegas.  “Ini benar-benar perlakuan yang tidak adil, di Sudaji  krama adat  yang sedang melaksanakan ngaben sebagai simbol penghormatan kepada leluhur dijadikan tersangka, malah sebaliknya pelaku kerumunan di Kampung Jawa dibiarkan  bebas begitu saja,” sungutnya.

Terkait kasus Ngaben Dadia di Sudaji, lanjut GPS, semestinya polisi bisa melihat azas hukum Ultimum Remedium (sanksi pemidanaan pamungkas Red).   Menurutnya, ngaben Dadia  di Desa Sudaji, juga sudah menggunakan protokol penanganan wabah  Covid-19, baik lewat pertemuan para prajuru adat maupun saat pelaksanaan lapangan, dimana aparat kepolisian juga ikut berjaga-jaga.  Tapi, hanya karena  ada kesalahan jumlah yang melebihi dari 25 orang, maka dipakai patokan polisi untuk mempidanakan.

“Jika ingin kondisi sosial di masyarakat tertib, maka kasus di Desa Sudaji harus dihentikan,” ucap GPS, seraya membandingkan kasus Sudaji dengan Tajen,  bahwa selama ini masyarakat sering melihat ada aparat yang turun ke kalangan (arena, Red) tajen dan meminta dengan baik-baik agar tajen bubar. Bahkan, tidak ada proses pidana.

“Penindakan yang sangat aneh, Tindakan aneh, yang melanggar pasal 303 KUHP saja penanganannya dilakukan dengan negosiasi, tapi kok malah urusan ngaben yang menjadi simbol adat polisi sampai bersikap sekeras itu,” pungkasnya. (tio/son/bfn)