Foto courtesy : Yudiana Krenteng
KARANGASEM, Balifactualnews.com – Selain memiliki tradisi dan budaya yang unik, desa tua Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem juga memiliki awig awig atau peraturan yang tidak boleh dilanggar oleh warganya sendiri.
Di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, menurut salah satu Klian setempat, I Putu Yudiana, terdapat 61 pasal dalam awig awig. Salah satunya yang menarik untuk dicermati adalah adanya larangan atau pantangan untuk menjual ataupun menggadaikan tanah kepada orang luar adat desa Tenganan Pegringsingan.
“Kami tidak boleh merubah fungsi dari wilayah tanah desa adat kami seluas 917,2 hektare, diantaranya 255 hektare sawah, 591 hektare hutan. Tidak boleh diperjualbelikan, juga digadaikan kepada masyarakat luar Desa Tenganan Pegringsingan,” ucapnya pada Jumat(1/7/2022).
Yudiana menambahkan, tanah adat yang dilindungi awg awig tersebut, selain dimiliki oleh Desa Tenganan Pegringsingan,juga ada dimiliki oleh Sekaa, dan pribadi. Awig Awig yang sangat dihormati oleh warga desa Bali Aga tersebut sudah berlaku sejak jaman dulu.
“Apa yang tersirat dalam awig awig tersebut yang menyatakan tidak boleh menggaidakan atau menjual tanah kepada orang luar desa kami di Tenganan Pegringsingan, salah satunya adalah erat kaitannya dengan pelestarian alam dan keutuhan wilayah atau tanah milik desa kami. Tentu warga kami boleh menggaidakan atau menjual tanahnya, tetapi hanya boleh kepada sesama warga atau krama disini,” imbuhnya seraya Awig awig tersebut dibuat bertujuan supaya tanah seluas hektaran yang ada disana dengan masing-masing fungsinya tidak dialihfungsikan oleh krama luar.
“Jadi ada pesan penting dari tetua kami. Tanah itu ibarat piring, nikmati isinya, jangan apa-apakan wadahnya,” tuturnya.
Ditanya terkait pelanggaran terhadap awig awig itu, Yudiana mengatakan sampai saat ini warga Tenganan Pegringsinga belum ada yang melakukan pelanggaran. Kalaupun ada sangsi adat tentu berlaku.
“Disinilah letak kearifan local yang terkandung di dalam awig awig kami terkait pelesatrian tanah leluhur desa kami,” pungkas Yudiana. (ger/bfn)