KARANGASEM,Balifactualnews.com—Pengurus Kerta Desa, Desa Adat Karangasem yang sudah di SK kan oleh Bendesa Adat I Wayan Bagiartha SH. MH, akhirnya dibatalkan. Pembatalan ini sekaligus membubarkan keberadaan kepengurusan Kerta Desa tersebut yang dinilai cacat prosedur.
Perihal pembubaran kepengurusan Kerta Desa, Desa Adat Karangasem itu, mengemuka dalam paruman desa yang dipimpin langsung Bendesa Adat I Wayan Bagiartha di wantilan Pura Puseh dan Pura Bale Agung Desa Adat Karangasem, Minggu (11/9/2022)
Pantauan dilapangan, menyebutkan, parumanan prajuru Desa Adat Karangasem, mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian dan TNI. Kapolsek Karangasem AKP Putu Sunarcaya dan personilnya terlihat siaga mengamankan jalannya paruman tersebut. Kendati ada sorakan dari krama, paruman berjalan lancar tanpa ada keributan.
Sebelum rapat dimulai, sejumlah krama sempat melakukan orasi di depan Pura Puseh dan Pura Bale Agung Desa Adat Karangasem sambil membawa tiga buah sepanduk yang dibentangkan dipinggir jalan, masing-masing bertuliskan “Bubarkan paiketan murwa di Desa Adat Karangasem. Ilegal diskriminatif pemecah belah persatuan”, “MDA Provinsi harus tegas segera tinjau kembali SK Bendesa Adat Karangasem yang cacad prosedur. Tujuh bulan dilaporkan nyaris tanpa kepastian” dan “Kerta desa cetakan bendesa tidak sah, akal-akalan. Jangan coba-coba labrak Pasal 36 Perda Nomor 4 Tahun 2019”.
Tiga sepanduk yang dibawa itu sebagai bentuk protes atas kebijakan yang dijalankan I Wayan Bagiartha selama memimpin Desa Adat Karangasem. Setelah beberapa menit berada di jalan raya, seluruh krama akhirnya masuk ke areal Pura Puseh dan Pura Bale Agung Desa Adat Karangasem untuk mengikuti jalannya paruman tersebut.
Sedianya paruman prajuru desa itu untuk membacakan SK Kepengurusan Kerta Desa Desa Adat Karangasem. Namun rencana itu buyar karena ada penolakan dari krama dan keliang banjar yang hadir dalam paruman itu.
Made Arnawa, perwakilan dari krama Banjar Sesabu, dengan tegas menolak kepengurusan Kerta Desa yang dibentuk oleh bendesa adat I Wayan Bagiarta. Dia menilai, Kerta Desa yang dibentuk itu tidak sah karena cacat dan melabrak perda .
“Orang-orang yang duduk di pengurusan kerta desa itu bukan perwakilan dari masing-masing keliang banjar adat yang ada di Karangasem, melainkan orang-orang yang dipilih oleh Bendesa Adat sendiri. Kepengursan Kerta Desa yang dibentuk sangat cacat karena tidak diawali paruman desa. Kami menolak keras keberadannya dan harus dibubarkan,” ucap Arnawa.
Penglisir Banjar Kodok Darsana, I Putu Karang, menambahkan, bahwa pembentukan Kerta Desa, tidak pernah disampaikan ke krama banjar. Sebagai penglingsir banjar dia mengaku tidak tahu ada pembentukan Kerta Desa tersebut, namun tiba-tiba sudah ada SK Kerta Desa. Anehnya lagi Bendesa Adat I Wayan Bagiartha tidak perna menyampaokan SK Kerta Desa tersebut ke banjar-banjar.
“Kerta desa yang dibentuk ini kan belum mendapat persetujuan dari krama, Jangan suka-suka bendesa menunjuk orang untuk duduk disana. Ini artinya ada kepentingan pribadi. Kalau mau memajukan desa, mari bersama-sama memajukan desa ini dengan cara yang benar,” katanya, seraya menyatakan menolak pembacaan surat keputusan Kerta Desa itu dan mengusulkan pembentukan Kerta Desa yang baru melalui perwakilan dari masing-masing banjar adat yang ada.
Mendengar pernyataan perwakilan dari krama, Bendesa Adat I Wayan Bagiarta langsung ambil sikap. Dia membatalkan pembacaan SK Kerta Desa tersebut sekaligus membubarkan kebeberadan pengurus Kerta Desa yang sudah dibentuk.
Dihadapan krama, dia meminta dari 35 banjar adat yang ada di Desa Adat Karangasem, masing-masing mengajukan satu nama yang akan dicalonkan duduk sebagai pengurus Kerta Desa. Hanya saja sesuai perda yang ada batasan pengurus Kerta Desa hanya berjumlah 9 orang.
“Silahkan ajukan nama calon. Calon yang diajukan juga harus ada dukungan-dukungan dari krama banjar yang lainnya,”pungkas Bagiartha. (tio/bfn)