Sidang Perdana Korupsi Bedah Rumah, APJ Dkk “Dikawal” Kerabat

“Bupati Karangasem yang saat itu masih dijabat I Gusti Ayu Mas Sumatri menerbitkan Surat Keputusan Bupati Karangasem  Nomor 320/HK/2019 tertanggal  13 september 2019 tentang  Penerimaan Bantuan Bedah Rumah dari bantuan keuangan yang bersumber dari penerimaan PHR Badung”

( M Matulessy SH )

Agung Pasrisak Juliawan dkk mulai didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar atas dugaan korupsi bedah rumah di Desa Tianyar Barat.

DENPASAR,Balifactualnews.com—Pengadilan Tipikor Denpasar, mulai menyidangkan  lima tersakwa dugaan korupsi bedah rumah di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Kamis 12  Agustus 2021. Persidangan  yang berlangsung secara tatap muka (offline) itu, dipimpin  Hakim Tipikor Hariyanti, didampingi hakim ad hoc  Mitahul dan  Subekti.

Menariknya, selama jalannya persidangan kelima terdakwa, yakni Agung Pasrisak Juliawan (Perbekel Tianyar Barat), I Gede  Sukadana (Kaur Keuangan Desa),  I Gede Tangun,  I Ketut Putrayasa, dan  I Gede Sujana “dikawal” para kerabat terdekat. Kehadiran kerabat terdakwa itu membuat petugas sewot karena mereka  tidak menjaga jarak saat berada didalam ruang persidangan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU),M Matulessy SH dan I Dewa Gede Semara Putra membacakan surat dakwan secara bergantian dalam dua berkas perkara, yakni berkas Agung Pasrisak terpisah dengan empat terdakwa lainnya.

Dihadapan hakim Tipikor, JPU  M Matulessy dan Dewa Gede Semara Putra, menyebutkan, bahwa terdakwa Agung  Pasrisak Juliawan pada 28 Maret 2019 mengajukan proposal kepada Bupati Badung yang saat itu dijabat I Nyoman Giri Prasta. Proposal yang diajukan terdakwa Agung Pasrisak Juliawan didalamnya berisi  nama 405 calon penerima bedah rumah yang dilengkapi  KTP dan KK dari 14 banjar yang ada di Desa Tianyar Barat.

Proposal itu, kata Jaksa, lantas dibawa Agung Pasrisak ke Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Kabupaten Karangasem untuk diajukan ke Bupati Badung.  Selanjutnya Bupati Badung menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/054/HK/2019 tertanggal 22 Maret 2019 tentang penetapan Besaran Alokasi Bantuan Keuangan Bedah Rumah yang bersumber dari penerimaan PHR Kabupaten Badung kepada Kabupaten Karangasem sebesar Rp 20.250.000.000.

“Surat Keputusan yang dikeluarkan Bupati Badung, lantas ditindaklanjuti Bupati Karangasem yang saat itu masih dijabat I Gusti Ayu Mas Sumatri dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Karangasem Nomor 320/HK/2019 tertanggal  13 september 2019 tentang Penerimaan Bantuan Bedah Rumah dari bantuan keuangan  yang bersumber  dari penerimaan PHR Badung. Dan penerima bantuan sebanyak 405 KK dari 14 banjar dengan alokasi masing-masing menerima Rp 50.000.000,”ungkap Jaksa dalam dakwaannya.

Hasil pemeriksaan penyidik Kejari Karangasem, Agung Pasrisak meminta kepada I Ketut Guna Aksara  selaku kasi DJA BPD  Cabang  Amlapura untuk membuka  dua rekening atas nama I Gede Tangun dan I Ketut Putrayasa. Dua rekening tersebut digunakan sebagai rekening penampungan  dana bantuan bedah rumah.

Setelah 405 rekening penerima bantuan  terisi saldo masing-masing Rp 50.000.000, I Gede Sukadana sebagai  Kaur Keuangan Desa Tianyar Barat,  mengumpulkan  slip penarikan yang sebelumnya telah disiapkan dengan ditandatangani oleh pemilik rekening.  Kemudian terdakwa I Gede Sukadana  menyerahkannya ke BPD Kas Kubu, untuk selanjutnya ditarik dan disetorkan ke rekening I Gede Tangun dan I Ketut Putrayasa.

Masih dalam dakwaan Jaksa,  singkat cerita, semua uang penerima bedah rumah sudah masuk ke rekening penampungan (Tangun dan Putrayasa), selanjutnya Tangun, Putrayasa dan Gede Sujana membeli bahan bangunan bedah rumah. Tetapi bahan bangunan itu tidak berdasarkan RAB yang telah ditandatangani oleh Ir I Wayan Merta Tanaya selaku Kadis Perumahan  dan Permukiman Kabupaten Karangasem, I Gede Sutama selaku Kabid Perumahan, serta  I Gusti Ngurah Adhi Putra selaku konsultan perencana.

Perbuatan kelima terdakwaitu memunculkan kerugian keuangan negera sebesar  Rp 4.513.806.100. Atas perbuatannya itu, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan acancaman hukuman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun dengan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. (tio/bfn)