DENPASAR, Balifactualnews.com – Tim Hukum dan Advokasi Pasangan Calon Gubernur -Wakil Gubernur Bali Wayan Koster – I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) melaporkan informasi dan mohon perlindungan hukum terkait adanya dugaan tindakan pelanggaran Pilkada Serentak 2024 ke Polda Bali, pada Minggu (24/11/2024).
Laporan itu dilakukan Sekretaris Tim Hukum Koster-Giri, I Gusti Agung Dian Hendrawan SH, MH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali dengan menyertakan sejumlah bukti-bukti dugaan pelanggaran berupa foto dan video.
“Bahwa dari informasi masyarakat dan bukti-bukti yang dihimpun oleh Tim Hukum dan Advokasi pada Tim Pemenangan Koster-Giri sejak hari Sabtu, tanggal 23 November 2024 sampai dengan surat ini kami ajukan, dugaan pelanggaran Pilkada tersebut ternyata sudah terjadi di sejumlah daerah kabupaten/kota yang mana patut diduga telah dipersiapkan untuk kemudian dilaksanakan secara masif, seperti di wilayah Kabupaten Badung, Kabupaten Denpasar, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung, dan wilayah lainnya,” ungkapnya.
Adapun fakta yang terlihat di lapangan, lanjut dia, rangkaian kegiatan dimaksud diantaranya berupa kegiatan pengiriman atau pengumpulan stok beras yang patut diduga akan siap diedarkan kepada masyarakat, dan juga berupa pemberian kupon beras dengan tercantum harga kupon yang sangat murah kepada masyarakat.
“Cara-cara seperti ini tentu harus dikualifikasikan sebagai suatu bentuk atau strategi terselubung untuk memberikan uang atau dalam bentuk materi lainnya guna dapat mempengaruhi masyarakat pemilih,” tegasnya.
Ia lalu menjelaskan bahwa laporan informasi dan mohon perlindungan hukum ini, dalam rangka pengamanan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Serentak tahun 2024.
Pun ia juga menjelaskan sejumlah alasan-alasan hukum terkait laporan informasi dan memohon perlindungan hukum kepada aparat penegak hukum tersebut. Pertama, bahwa menjelang tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pilkada Serentak Tahun 2024, telah terjadi peristiwa yang cukup meresahkan masyarakat di Bali yaitu terjadinya dugaan pelanggaran Administrasi maupun Pidana Pilkada berupa kegiatan pemberian uang (money politic) atau dalam bentuk materi lainnya yang patut diduga digunakan sebagai sarana mempengaruhi dan menggiring pemilih untuk memilih Paslon Gubernur – Wakil Gubernur Nomor Urut 01 (satu): Made Mulyawan Arya – Putu Agus Suradnyana maupun Paslon Bupati dan Wakil Bupati, serta Paslon Walikota dan Wakil Walikota lawan dari Paslon yang diusul oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Kedua, bahwa dari informasi masyarakat dan bukti-bukti yang dihimpun oleh Tim Hukum dan Advokasi pada Tim Pemenangan Koster-Giri sejak hari Sabtu, tanggal 23 November 2024 sampai dengan surat ini kami ajukan, dugaan pelanggaran Pilkada tersebut ternyata sudah terjadi di sejumlah daerah Kabupaten./Kota yang mana patut diduga telah dipersiapkan untuk kemudian dilaksanakan secara masif, seperti di wilayah Kabupaten Badung, Kabupaten Denpasar, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung, dan wilayah lainnya.
Adapun fakta yang terlihat di lapangan rangkaian kegiatan dimaksud diantaranya berupa kegiatan pengiriman atau pengumpulan stock beras yang patut diduga akan siap diedarkan kepada masyarakat, dan juga berupa pemberian kupon beras dengan tercantum harga kupon yang sangat murah kepada masyarakat, hal-hal mana cara-cara seperti ini tentu harus dikualifikasikan sebagai suatu bentuk atau strategi terselubung untuk memberikan uang atau dalam bentuk materi lainnya guna dapat mempengaruhi masyarakat pemilih,” imbuhnya.
Ketiga, tambah dia, bahwa dari bukti-bukti yang ada, dalam pemberian uang atau materi lainnya tersebut juga ada diselipkan specimen surat suara bergambar Pasangan Calon, sehingga jelas dapat diduga perihal pemberian uang atau materi lainnya tersebut merupakan alat yang digunakan sebagai upaya untuk mempengaruhi pilihan pemilih
“Bahwa sesuai dengan ketentuan hukum Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berlaku, terhadap pasangan calon atau juga tim kampanye bahkan orang per orang, telah secara tegas diformulasikan dilarang memberikan sesuatu dalam bentuk barang atau uang kepada pihak lain untuk memengaruhi agar mereka memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu yang terbukti memberikan uang atau dalam bentuk materi lainnya a quo dapat dikenakan sanksi pidana,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa peristiwa di atas menurut hukum jelas merupakan suatu bentuk dugaan pelanggaran Pilkada sebagaimana diatur Peraturan KPU No. 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota serta dalam Undang-undang Pilkada yang telah mengatur secara lengkap dan tegas ketentuan mengenai larangan pemberian uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih .
Yakni, sebut dia, Pasal 66 ayat (1) dan (2) PKPU No. 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota:
“Dalam aturan itu disebutkan, Calon, dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau pemilih.
Selain Calon atau Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, anggota Partai Politik Peserta Pemilu, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk. Mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah, mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu,” jelasnya.
Selain itu juga Pasal 73 Undang-Undang Pilkada bahwa Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih;
“Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; (3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu,” urainya.
APH Bertindak Preventif Sebelum Coblos. Ia juga menegaskan bahwa peristiwa pemberian uang (money politic) atau dalam bentuk materi lainnya yang ditujukan kepada masyarakat sebagai pemilih tersebut, di samping menjadi suatu potensi gangguan keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan dapat meresahkan masyarakat khususnya dalam pelaksanaan Pilkada ini. Dugaan pelanggaran Pilkada yang secara masif terjadi di sejumlah daerah tersebut jelas juga sangat merugikan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Nomor Urut 2 (dua): Wayan Koster – I Nyoman Giri Prasta. Sehingga sudah sepatutnya aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia melakukan langkah-langkah pencegahan, pengamanan dan juga penegakan hukum sesuai kewenangan maupun Perundang undangan yang berlaku dalam rangka mewujudkan Pilkada yang aman, jujur, adil, tertib, berkepastian hukum dan berintegritas.
“Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai institusi penegak hukum tentu saja mempunyai kewenangan yang jelas serta tugas dan fungsi yang sangat penting dalam rangka mengamankan pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2024 ini agar berjalan tertib, karenanya sangat wajar dan beralasan hukum apabila kami mohon perlindungan hukum kepada Yth. Bapak Kapolda Bali, bilamana perlu melakukan proses penegakan hukum termasuk mengusut tuntas para pelaku/aktor intelektual terjadinya peristiwa dugaan pelanggaran Pilkada sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” jelasnya.
Berikutnya, sebagai langkah terpadu, kata dia, dalam rangka melindungi dan menyelamatkan proses demokrasi khususnya di wilayah Provinsi Bali, maka sudah sepatutnya kami juga mohon kepada seluruh elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh, pemuda pemudi, beserta seluruh jajaran aparat penegak hukum terkait lainnya turut bersama mengawal, mengawasi, melaporkan bilamana terjadi dugaan pelanggaran, melakukan langkah penegakan hukum atas dugaan pelanggaran Pilkada tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Laporan Informasi dan Mohon Perlindungan Hukum dalam rangka pengamanan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Serentak Tahun 2024 sehubungan dengan terjadinya dugaan pelanggaran Pilkada berupa kegiatan pemberian uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih ini kami sampaikan,” tutupnya.(bfn.com)