DENPASAR, Balifactualnews.com – Pada masa pandemi Covid-19, Bali menghadapi tantangan berat di sektor ekonomi dan kesehatan. Pariwisata, yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali, terpuruk dengan drastis.
Namun, di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, Gubernur Bali, Wayan Koster, tetap teguh dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi warganya dan menghidupkan kembali perekonomian daerah.
Meskipun kebijakannya menuai kritik dan caci maki, terutama dari mereka yang merasa dirugikan oleh pembatasan sosial dan aturan ketat, Koster tetap berdiri kokoh sebagai seorang pemimpin yang berpandangan jauh ke depan.
Tanpa kebijakan tegas dan imbauan Koster selama masa pandemi, Bali mungkin tak akan dipilih sebagai tuan rumah acara internasional seperti KTT G20 atau Group of Twenty adalah forum kerja sama multilateral yang beranggotakan 19 negara utama dan Uni Eropa (EU), begitu juga acara World Water Forum (WWF).
Di saat banyak yang meragukan, Koster tetap mendorong penerapan protokol kesehatan yang ketat, mempercepat vaksinasi, dan memastikan kesiapan infrastruktur kesehatan di Bali. Langkah ini memang tidak selalu populer, namun terbukti efektif dalam menekan penyebaran virus dan menciptakan rasa aman, baik bagi warga Bali maupun bagi komunitas internasional.
Kebijakan pembatasan sosial dan upaya pengendalian pandemi yang diterapkan Koster memang sulit diterima oleh sebagian pihak. Banyak yang merasa bahwa kebijakan tersebut memperlambat pemulihan ekonomi, terutama di sektor pariwisata.
Namun, langkah-langkah itu menjadi fondasi penting bagi Bali untuk bisa kembali menjadi destinasi internasional, terutama saat pandemi mulai terkendali. Tanpa keberanian Koster dalam menghadapi kritik dan tekanan, Bali mungkin tidak akan mampu menawarkan dirinya sebagai tuan rumah acara global sebesar G20 dan WWF.
Bali, sebagai etalase Indonesia di mata dunia, membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan tegas selama masa krisis. Koster memahami bahwa reputasi Bali sebagai destinasi internasional harus dijaga, bahkan dalam situasi sulit. Jika langkah-langkah penanganan pandemi tidak dilakukan dengan serius, tidak ada jaminan bahwa Bali akan dianggap aman dan layak untuk menyelenggarakan pertemuan global seperti G20.
Kepercayaan internasional yang akhirnya terbangun pada Bali sebagai tuan rumah acara besar ini adalah hasil langsung dari keberanian Koster untuk tetap pada jalurnya, meskipun harus berhadapan dengan gelombang ketidakpuasan.
Kritik dan caci maki yang diterima Koster mungkin adalah bagian dari dinamika kepemimpinan, namun sejarah akan mencatat bahwa keteguhannya dalam menghadapi pandemi memberikan dampak jangka panjang yang positif bagi Bali. Jika bukan karena langkah-langkah tegasnya, Bali bisa saja kehilangan momen penting untuk kembali bersinar di panggung internasional.
Maka, meskipun pada saat itu kebijakannya terasa berat dan penuh kontroversi, hasil dari keputusan yang diambil Koster terbukti sangat penting. Tanpa imbauan dan ketegasannya selama masa Covid-19, besar kemungkinan Bali tak akan menjadi tuan rumah acara sebesar G20 dan WWF, dan pemulihan ekonomi Bali mungkin masih jauh dari harapan. (ger/bfn)