JAKARTA, Balifactualnews.com – Setelah merdeka dari penjajahan Inggris pada tahun 1947, India melangkah ke era baru sebagai negara berdaulat. Euforia kemerdekaan menyelimuti negeri itu, namun di balik semangat tersebut, India tetap membawa warisan sosial yang telah mengakar selama ribuan tahun: sistem kasta. Sistem ini membagi masyarakat Hindu ke dalam empat golongan utama Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra dengan kedudukan dan peran sosial yang berbeda. Kaum Brahmana, sebagai pemuka agama dan cendekiawan, menempati posisi tertinggi, sementara Sudra, yang bekerja sebagai buruh dan pelayan, berada di lapisan paling bawah dalam struktur resmi kasta.
Baca Juga : Eks Marinir RI Satria Arta Kumbara Jadi Tentara Bayaran Rusia Bergaji Fantastis
Namun, di luar sistem tersebut, terdapat kelompok yang bahkan tidak dianggap masuk dalam hierarki, mereka adalah Dalit yang secara historis dijuluki sebagai “tak tersentuh”. Kaum Dalit adalah simbol dari sisi tergelap sistem kasta India. Mereka mengalami marginalisasi ekstrem, pengucilan sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia sejak lahir. Dilarang masuk kuil, mengambil air dari sumur umum, bahkan bayangan mereka pun dianggap mencemari oleh kasta atas. Mereka dipaksa melakukan pekerjaan paling kotor dan berbahaya, seperti membersihkan kotoran manusia dengan tangan kosong sebuah “warisan” yang diwariskan secara paksa antar generasi.
Meskipun konstitusi India tahun 1950 secara resmi menghapus sistem kasta dan menjamin kesetaraan, realitas di lapangan jauh berbeda. Kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi terhadap kaum Dalit masih berlangsung secara sistematis. Perempuan dan anak-anak Dalit menjadi korban paling rentan. Mereka sering mengalami kekerasan seksual, perdagangan manusia, hingga pernikahan paksa. Anak-anak Dalit kerap dikucilkan di sekolah, dilarang duduk di barisan depan atau bermain dengan anak dari kasta lainnya.
Baca Juga : Bingung Memilih Jurusan, Sekolah Setingkat SMA di Karangasem Siapkan Posko PMB untuk Konsultasi
Pemerintahan di bawah Perdana Menteri Narendra Modi melalui Partai Bharatiya Janata (BJP) mengaku menentang sistem kasta karena dianggap dapat memecah-belah komunitas Hindu. Untuk pertama kalinya sejak 1931, pemerintah berencana mendata kasta masyarakat dalam sensus nasional. Namun, kebijakan ini menuai perdebatan karena di sisi lain, diskriminasi terhadap Dalit masih terus terjadi secara nyata di berbagai pelosok negeri.
Vikram Harijan, asisten profesor sejarah di Universitas Allahabad dan bagian dari komunitas Dalit, menggambarkan kenyataan pahit yang ia alami: “Saya lahir dalam bayang-bayang sistem kasta dan tradisi di mana saya dianggap bukan sebagai manusia, tetapi sebagai binatang.” Pernyataan ini mencerminkan luka kolektif yang dialami jutaan orang Dalit di India dan wilayah Asia Selatan lainnya seperti Nepal, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka.
Baca Juga : Teknologi China Menggila, Drone Beranak Jiu Tian Segera Diluncurkan
Menurut Jaringan Solidaritas Dalit Internasional, terdapat sekitar 260 juta Dalit di dunia, sebagian besar tersebar di Asia Selatan, namun banyak juga yang bermigrasi ke negara lain. Di mana pun mereka berada, stigma dan perlakuan tidak manusiawi kerap mengikuti.
Kisah kaum Dalit bukan sekadar catatan masa lalu, tapi cermin perjuangan panjang melawan ketidakadilan sosial yang masih berlangsung hingga kini. Mereka bukanlah bayang-bayang yang layak disingkirkan. Mereka adalah manusia yang berhak untuk dihormati, untuk hidup dengan martabat, dan untuk bebas dari rantai diskriminasi yang diwariskan oleh sejarah yang kelam. Perjuangan kaum Dalit adalah perjuangan untuk kemanusiaan. (ina/bfn)