Perang Pandan Tenganan Dauh Tukad, Pembuktian Laki Laki Sejati

perang-pandan-tenganan-dauh-tukad-pembuktian-laki-laki-sejati
Perang Pandan di Desa Tenganan Dauh Tukad, Jumat(15/7/2022)

KARANGASEM – Kabupaten Karangasem, memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi baik oleh wisatawan local maupun manca Negara. Kabupaten yang berada di ujung timur pulau Bali  ini merupakan gudangnya budaya dan tradisi tradisi unik yang sampai saat ini terus dilestarikan. Salah satunya adalah tradisi Perang Pandan atau biasa disebut Mekare Kare atau Mageret Pandan di desa Tenganan Dauh Tukad, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem yang lokasinya sekitar 10 km dari objek wisata Candidasa atau 78 km atau bisa ditempuh sekitar 90 menit dari Kota Denpasar.

Tradisi Mageret pandan di desa Tenganan Dauh Tukad dilaksanakan setiap setahun sekali, tepatnya pada sasih kalima menurut perhitungan kalender desa setempat.

Sekretaris Desa Adat Tenganan Dauh Tukad I Wayan Togia pada Jumat(15/7/2022) kepada Balifactualnews.com mengatakan, tradisi Perang Pandan ini merupakan ranfgkaian dari Ngusaba Sambah yang pelaksanaannya dilakukan hampir sebulan.

Dikatakannya, prosesi perang pandan atau mekare-kare di Tenganan Dauh Tukad merupakan upacara persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenang-wenang, yang melarang rakyatnya menyembah Tuhan.

“Dalam tradisi perang pandan ini memakai senjata pandan berduri sebagai perlambang sebuah gada yang dipakai berperang. Upacara ini juga sebagai penghormatan Dewa Indra, sebagai Dewa Perang. Perang pandan ini diikuti oleh laki-laki baik dewasa maupun anak-anak,” ucapnya.

Togia menambahkan,  meski dalam pelaksanaan perang pandan ini sampai megheluarkan darah akibat geretan duri pandan, namun setelahnya tidak akan meninggalkan kesan permusuhan, karena pada dasarnya ritual perang pandan itu semdiri adalah wujud ngayah dan penghormatan terahdap leluhur.

“Peseta yang terluka akibat geretan duri pandan akan diobati oleh ramuan khusus dari arak, daun sirih dan kunyit atau kunir, kemudian diolesi ke tubuh yang terluka. Dan ramuan ini sebelumnya telah didoakan,” imbuhnya.

Sebelum digelar perang pandan oleh peserta, lanjut Togia dilaksanakan ritual penyerahan secara simbolis pandan oleh kelian Lingsir atau orang yang dituakan kepada truna anyar atau truna baru. Upacara Perang pandan itu sendiri juga sebagai upacara menek truna atau sebagai symbol peralihan dari anak anak menuju dewasa.

“Upacara atau ritual perang pandan merupakan wujud syujur kami akan keselamatan dan kelimpahan rejeki serta kesejahteraan yang diberikan oleh para dewa dan penghormatan kepada leluhur kami,” terang Wayan Togia menambahkan.

Selain tradisi unik perang pandan yang merupakan warisan budaya leluhur, Desa Tenganan Dauh Tukad juga mempunyai hasil karya seni yang sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit, dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama dan warna alami dari tumbuhan.

Sampai saat ini Desa Tenganan Dauh Tukad, masih tetap mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan leluhurnya. Dan dengan segala keunikannya Desa Tenganan Dauh Tukad menjadi salah satu desa di Karangasem yang banyak dikunjungi oleh wisatawan.

Sementara itu salah satu peserta Perang Pandan dari desa setempat I Nengah Widiasa mengatakan, ritual perang pandan sendiri selain uocara menek truna atau upacara dari anak anak menjadi laki laki, juga sebagai pembuktian sebagai laki laki sejati.

“Artinya semua laki laki wajib untuk melaksanakan perang pandan ini, walau kulit perih dan sampai berdarah akibat geretan pandan, namun kami tak merasakan sakit, ini bukti kami setia kepada Dewa Indra. Menjadi dewasa disini kalau sudah terkena geretan pandan berduri,” tandasnya. (ger/bfn)