KARANGASEM, Balifactualnews.com–Panitia Festival Khasanah Lontar Bali, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Tata Kelola Khazanah Lontar di Masa Depan, di Museum Lontar Dukuh Penaban, Jumat, (28/2/2025)
FGD yang masih satu nafas dengan Festival Khasanah Lontar Bali itu, diikuti budayawan, sastrawan, seniman, serta aktivis lontar bertujuan untuk membahas langkah-langkah strategis dalam menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan lontar sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi. Empat narasumber yang ahli dalam bidang masing-masing dihadirkan dalam FGD tersebut, Keempat narasumber itu, yakni, Sugi Lanus, Adi Wicaksono, Made Adnyana Ole, serta Jero Penyarikan Duuran Batur atau I Ketut Eriadi Ariana. Setiap narasumber memberikan pandangannya terkait tata kelola lontar agar tetap relevan dan bermanfaat bagi masyarakat modern.
Sugi Lanus dalam diskusi itu, menegaskan pentingnya tata kelola khazanah lontar yang dilakukan secara berkesinambungan dari hulu ke hilir dengan membagi tata kelola lontar ke dalam empat aspek utama. Tata kelola pertama menyangkut fisik/artefak Artefak, yakni merawat lontar agar tetap terjaga keasliannya.Kedua, tata kelola arsip, yakni, mendokumentasikan dan mencatat isi lontar agar mudah diakses oleh masyarakat dan peneliti. Ketiga, tata kelola isi, yakni, mengkaji dan mengartikan isi lontar agar tetap relevan dalam kehidupan modern. Sedangkan tata kelola yang keempat, menyangkut kajian nilai, yakni memahami Memahami nilai-nilai dalam lontar dan mengaktualisasikannya dalam berbagai bentuk ekspresi budaya.
“Aktualisasi isi lontar dapat menghasilkan berbagai bentuk kreativitas seperti seni tari, novel, dan film. Pemanfaatan media sosial juga sangat penting sebagai sarana penyebarluasan informasi mengenai lontar agar lebih dikenal oleh berbagai kalangan,” jelasnya.
Dia mencontohkan, implementasi isi lontar bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti menanam tanaman yang disebutkan dalam lontar, misalnya Taru Premana, yang mencakup Bunga Gadung dan Punyan Kelor. “Dengan cara ini, ajaran yang ada di lontar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Dipihak lain, Adi Wicaksono, menilai, aktualisasi dan implementasi kajian lontar harus berkelanjutan,menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari generasi mendatang dan tidak bersifat sementara.
“Fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini kecenderungan lebih mementingkan visualisasi instan di media sosial, di mana suatu tren hanya bertahan dalam hitungan hari sebelum dilupakan. Upaya aktualisasi nilai-nilai dalam lontar harus bersifat jangka panjang dan konsisten agar tetap hidup dalam budaya dan praktik masyarakat,” pesannya.
Sementara itu, Jero Penyarikan Duuran Batur, I Ketut Eriadi Ariana, menekankan, dalam mewujudkan tata kelola lontar yang berkelanjutan memerlukan kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, masyarakat adat, komunitas, dan pemerintah. “Kami berharap, pemerintah dapat mendukung upaya tata kelola khasanah lontar melalui regulasi yang berpihak pada keberlanjutan warisan budaya,” harapnya. (tio/bfn).