KARANGASEM, Balifactualnews.com– Petajuh Bendesa Agung, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, I Made Wena dituding ikut cawe-cawe terkait proses ngadegang Bendesa Adat Muncan, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, yang sampai saat ini memunculkan kekisruhan.
Jro Nyoman Arda, tokoh masyarakat Desa Adat Muncan, mengatakan, keberadaan Wena sebagai Petajuh Agung Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, MDA Provinsi Bali, dalam rapat prajuru desa adat pada 10 Februari 2024 lalu, menyebutkan proses ngadegang Bendesa Adat Muncan dalam tahapan sosialisasi perarem ngadegang bendesa.
Tapi setelah Wena turun, kemudian muncul surat tentang tahapan ngadegang (pengukuhan/pengesahan) bendesa yang dijadwalkan Rabu (24/4/2024) hari ini.Namun pada prosesnya ternyata panitia bersurat kembali kepada MDA Kecamatan dan menyebutkan bahwa, jadwal pengukuhan Jro Suwena sebagai Bendesa Adat Muncan di anulir dengan susulan surat baru ke MDA kecamatan, terkait tahapan sosialisasi perarem.
“Sebagai masyarakat saya sangat keberatan, awalnya dijadwalkan pengukuhan bendesa, dan sekarang sosialisasi perarem ngadegang bendesa. Kalau benar hari ini panitia masih dalam tahapan sosialisasi perarem berarti panitia sudah berbohong kepada masyarakat adat,” kata Jro Mangku Nyoman Arda ditemui usai menghadiri panggilan prajuru Bendesa Alit MDA Kecamatan Selat, Rabu siang tadi.
Cawe-cawe yang dimainkan Wena, membuat proses ngadegan Bendesa Adat Muncan memunculkan kisruh berkepanjangan. Pasalnya panitia pararem dalam menjalankan tugasnya tidak profesional. Ini terlihat dari proses ngadegang yang berubah-ubah. Dalam surat yang dikirim ke MDA Kecamatan Selat, sedianya bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Jro Suwena Putus Upadesa, Rabu (24/4/2024) hari ini, panitia sudah mengagendakan penetapan ngadegang bendesa yang jadwalnya sudah disebar luaskan di media sosial.
Arda sendiri sebenarnya tidak mempermasalahkan siapapun nantinya yang akan terpilih menjadi Bendesa Adat Muncan, sepanjang proses dan tahapan ngadegang bendesa dari awal sampai akhir berjalan dengan profesional sesuai mekanisme yang ada sehingga tidak memunculkan polemik dikalangan warga.
“Kami berharap melihat situasi yang ada di desa saat ini, panitia ngadegang bendesa harus profesional. Kalau persoalan ini terus dibiarkan berlarut tentu larinya bisa ke jalur hukum karena ada pembohongan. Bagi saya siapapun yang menjadi bendesa nanti patut dihormati, tetapi prosesnya harus dengan mekanisme yang benar,” tandasnya.
Sementara itu, Bendesa Alit MDA Kecamatan Selat, Jro Komang Sujana, mengatakan, pihaknya melakukan pemanggilan pihak yang keberatan dan panitia perarem ngadegang Bendesa Adat Muncan, bertujuan untuk menengahi persoalan yang terjadi selama ini. Sayang pemanggilan yang dilakukan tidak berjalan mulus. Pihak panitia perarem ngadegang bendesa adat tidak hadir, dengan alasan masih melaksanakan tahapan sosialisasi peraem.
“Hanya pihak yang keberatan saja yang memenuhi panggilan kami, panitia perarem tidak hadir, melalui surat yang baru dikirim tadi pagi. Alasannya masih melakukan sosialisasikan pararem ngadegang bendesa yang sudah disahkan MDA Provinsi Bali,” ucap Komang Sujana.
Senada dengan Sujana, Penyarikan Alit MDA Kecamatan Selat, I Gusti Made Budiarta, menilai, pemicu terjadinya kisruh ngadegang Bendesa Adat Muncan, diduga dipicu adanya ketidaksesuaian tahapan yang dilakukan antara panitia ngadegang dengan perarem ngadegang bendesa adat muncan.
Gusti Made Budiarta, mengakui, bahwa sebelumnya ada surat yang masuk masuk ke MDA Kecamatan Selat dari panitia ngadegang, terkait jadwal tahapan ngadegang bendesa adat Muncan. Dalam surat tersebut jadwal Rabu hari ini adalah tahapan penetapan ngadegang bendesa.
“Suratnya ngadegang bedesa dari panitia baru dua hari masuk, tapi pagi tadi kembali ada surat masuk dari panitia yang menyebutkan, bahwa hari ini baru proses sosialisasi perarem. Kami jadi bingung kok bolak balik begini jadinya,”ungkap Gusti Made Budiarta.
Lebih jauh, Gusti Budiarta menegaskan, pihak MDA Kecamatan Selat tidak tak tahu – menahu terkait SK Perarem Ngadegang Bendesa Adat Muncan yang dikeluarkan MDA Provinsi Bali tersebut. Alasannya, SK Perarem tersebut turun tanpa melalui proses di MDA Kecamatan Selat, sehingga tanpa adanya pendampingan termasuk sosialisasi dari MDA Kecamatan. SK tersebut didalamnya tidak berisi tanda tangan tangan Majelis Alit dan Penyarikan Alit Kecamatan Selat termasuk Majelis Madya Kabupaten Karangasem.
Disisi lain, atas pernyataan MDA Selat tersebut muncul tudingan melecehkan MDA Provinsi. Namun Budiarta justru berpendapat sebaliknya dan bertanya jika memang prosesnya itu bisa langsung ke MDA Provinsi, lantas untuk apa ada MDA Kecamatan?
“Kami (MDA Kecamatan Selat), menganggap proses Ngadegang Bendesa Adat Muncan ini tanpa ada Perarem, karena SK Perarem itu keluar tanpa melalui proses di MDA Kecamatan Selat. Kami juga tidak tahu ada SK Perarem , jadi kita tidak tau, karena tanpa pendampingan juga tanpa sosialisasi, seharusnya didalamnya ada tanda tangan Majelis Alit dan Penyarikan serta tanda tangan Majelis Madya,” pungkas Gusti Made Budiarta. (tio/bfn)