8 Tahun Menanti, Salak Sibetan Akhirnya Dinilai Tim FAO

Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah (paling kanan) saat mendampingi Tim FAO melakukan penilaian Salak Sibetan agar bisa masuk menjadi warisan dunia
banner 120x600

KARANGASEM, Bali Factual News– Salak Sibetan, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem dinilai tim penilaian  Food and Agriculture Organization (FAO) dari ahli Scientific Advisory Group-Globally Important Agricultural Heritage System (SAG-GIAHS).

Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (Distan PP) Kabupaten Karangasem I Nyoman Siki Ngurah, Sabtu (3/2/2024) mengatakan, penilaian Salak Sebetan untuk warisan dunia FAO, berlangsung selama empat hari. Dimulai sejak Kamis (1 / 2/2024) dan berakhir Minggu (4/2/2024). 

“Penilaian yang dilakukan Tim FAO meliputi banyak hal mulai dari meninjau pasar, proses pembibitan, kondisi kebun salak dan yang lainnya,” jelas Siki Ngurah. 

Penilaian Tim FAO  untuk menjadikan sistem pertanian Salak Sibetan bisa menjadi warisan dunia, kata Siki Ngurah, merupakan penantian yang cukup panjang, karena usulan tersebut sudah 8 tahun (2017) diusulkan pemerintah daerah.

“Salak Sibetan  diusulkan menjadi salah satu warisan dunia FAO karena memiliki lima unsur kriteria,  yaitu ketahanan pangan, agrobiodiversity, pengetahuan lokal tradisional petani setempat, nilai budaya dan organisasi sosial serta yang terakhir memiliki alam yang menarik. Sehingga sangat pantas untuk dijadikan salah satu warisan dunia,” katanya.

Namun, untuk menjadikan salak Sibetan sebagai salah satu warisan dunia ada banyak hambatan yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Salah satunya karena terhalang Pandemi COVID-19 sehingga proses penilaiannya diundur. 

Adanya penilaian yang dilakukan oleh tim ahli SAG-GIAHS FAO yang datang langsung dari Roma, Italia diharapkan salak Sibetan bisa ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia. “Jika sudah ditetapkan tentu akan ada banyak manfaat yang akan didapat oleh Kabupaten Karangasem, mulai dari kunjungan wisatawan, kemajuan sistem pertanian, tata kelola wilayah. Selain itu juga ada beberapa tantangan yang harus kita hadapi untuk kedepannya salah satunya berkaitan dengan alih fungsi lahan. Terhadap hal ini kami sudah menggandeng Desa Adat agar masyarakat tetap mempertahankan kebun salak mereka,”ucap Siki Ngurah.

I Nyoman Mastra, salah seorang petani Salak Sibetan, sangat mengapresiasi terkait usulan untuk menjadikan salak Sibetan sebagai salah satu warisan dunia FAO yang saat ini sudah mulai proses penilaian lapangan. “Kami meyakini  kalau sudah menjadi warisan dunia FAO tentu Salak Sibetan akan lebih dikenal lagi di dunia. Pariwisata Karangasem juga akan kena dampaknya karena wisatawan  banyak yang datang ke sini,” kata Mastra. (ger/bfn)