KARANGASEM, Balifactualnews.com-Desa Adat Tenganan Dauh melaksanakan usaba kelima (saba sambah) yang puncaknya, Rabu (26/6/2024) besok. Serangkain upacara tersebut, berbagai prosesi sudah dilaksanakan termasuk tradisi mageret pandan, yang mulai dilaksanakan, Selasa (25/6/2024) hari ini. Tradisi ini tak jauh beda dengan mageret pandan yang biasa dilaksanakan Desa Adat Tenganan Pegringsingan, yang juga bermakna penghormatan kepada Dewa Indra sebagai Dewa erang.
Menariknya, yang lazim disebut perang pandan ini tak hanya dilakukan masyarakat adat setempat. Masyarakat luar desa juga ikut ngayah mengikuti tradisi tersebut. Bahkan sebagai bentuk pelestarian tradisi budaya yang ada di Tenganan Dauh Tukad, Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya juga ikut ngayah perang pandan. Tapi keterlibatan ngayah perang pandan kali ini jauh lebih istimewa, karena bertepatan dengan hari pawetonannya (hari lahir dalam kalender Hindu,Red), Anggara Pon, Wuku Klau.
“Hari ini boleh dibilang momen yang sangat spesial untuk saya, karena ikut ngayah megeret pandan bertepatan dengan otonan. Keluarga di rumah sangat mendukung, sebelum natab banten otonan di rumah saya diminta untuk ngayah dulu ke sini ( Tenganan Dauh Tukad,” ucap pria yang akrab disapa De Gadjah, ditemui usai mengikuti prosesi perang pandan.
Ditemani Ketua DPC Partai Gerindra Karangasem, I Nyoman Suyasa dan penasehat, Jro Galon, keterlibatan De Gadjah dalam perang pandan di Desa Adat Dauh Tukad, bukan kali pertama. Seingatnya politisi berkepala plontos ini sudah 3 kali datang untuk ngayah mageret pandan.
“Tiga tahun lalu saya kesini ngayah atas dasar keinginan, kemudian tahun berikutnya saya mendapat kehormatan diundang prajuru desa adat untuk ngayah. Hari ini juga sama, saya diundang prajuru adat untuk ngayah melestarikan tradisi adiluhung milik Desa Adat Tenganan Dauh Tukad ini,” jelas De Gadjah.
De Gadjah mengatakan, langkahnya untuk mengikuti ritual perang pandan di Desa Tenganan Dauh Tukad sejalan dengan instruksi Ketum Gerindra sekaligus Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, dalam upaya menjaga dan melestarikan tradisi adat budaya Bali.
“Dengan terlibat langsung dalam tradisi ini, saya merasa memiliki ikatan emosional dengan masyarakat adat disini,” jelasnya.
Kelian Desa Adat Tenganan Dauh Tukad, I Wayan Tisna, mengatakan, tradisi perang pandan yang ada di desanya sebagai simbol penghormatan kepada Dewa Indra sebagai Dewa Perang. Melihat tradisi yang sudah ada turun temurun itu, dia meyakini para pendahulu di Desa Tenganan Dauh Tukad adalah prajurit perang yang tangguh.
“Saya sangat mengapresiasi Pak De Gadjah, ikut berpartisipasi ngayah dan berbaur dengan masyarakat kami dalam ritual mageret pandan. Beliu setiap tahun hadir mengikuti ritual ini. Kami senang, karena beliau juga ikut melestarikan adat dan budaya yang kami miliki,” terang Tisna.
Sementara itu, Ketua DPC Gerindra Karangasem, I Nyoman Suyasa, mengatakan, kehadiran pimpinannya dalam perang pandan di Tenganan Dauh Tukad, menjadi bukti bahwa De Gadjah selalu hadir ditengah-tengah masyarakat.
“Beliau (Pak De Gadjah) memang memiliki fashion yang sangat bagus. Masyarakat disini sangat senang beliau bisa hadir mengikuti tradisi ini,” pungkas Suyasa. (tio/bfn)