Jadi Lembar Sejarah, SKB Implementasi Pasal 27 UU ITE Kuatkan Status Lex Spesialis UU Pers

banner 120x600
Ketua SMSI Bali Emanuel Dewata Oja (kanan) saat menjelaskan Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra (kiri) tentang dampak penggunaan 2 pasal rawan UU ITE yang dapat “membunuh” kebebasan pers.

DENPASAR, Balifactualnews.com – Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri yang ditandatangani pada Rabu 23 Juni 2021 lalu, merupakan lembar sejarah penting bagi Pers Indonesia, Jumat 25/6/2021.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait implementasi Pasal 27 ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 28 ayat (2) Pasal 29 dan Pasal 36 UU ITE.

Terkait masalah pasal karet dalam UU ITE, tanggapan Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Emanuel Dewata Oja atas lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri yang telah ditanda tangai pada Rabu 23 Juni 2021 lalu, Ketua SMSI menangkap setidaknya ada dua kemanfaatan dari SKB tersebut. Pertama tentu saja keberpihakan pada “Kebebasan Pers”, kedua adanya penguatan status lex specialis bagi UU Nomor 40/1999 tentang Pers yang dalam prakteknya hanya menjadi ultimum remidium,’ ujar Emanuel di Denpasar, Kamis 24 Juni 2021 kemarin.

Pria yang akrab disapa Edo ini lebih lanjut menandaskan, adanya Surat Keputusan Bersama tiga lembaga negara tersebut sangat bermanfaat bagi dunia pers di tanah air, terutama bagi platform media online (media digital) yang sarana kerjanya sangat tergantung pada penggunaan internet.

Dalam pedoman implementsi pasal tersebut huruf “L” dijelaskan, untuk pemberitaan di internet yang dilakukan oleh institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai lex specialis, bukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Lebih jauh Bung Edo menjelaskan, “Uuntuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers. Tetapi jika wartawan secara pribadi menggugah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka akan berlaku UU ITE termasuk Pasal 27 ayat (3). Dengan demikian pers yang bekerja benar sesuai UU Pers, tidak dapat lagi dijerat Pasal 27 ayat (3) yang selama ini jadi momok pers.

“Jadi semakin jelas menurut saya. Bahwa hanya wartawan atau media yang membuat tulisan yang dikategorikan sebagai karya jurnalistik sajalah yang akan mendapat perlindungan dari pasal 27 UU ITE. Sebab sebuah tulisan yang dapat disebut sebagai karya jurnalistik adalah tulisan yang dihasilkan oleh wartawan kompeten, dan media yang memenuhi Standar Perusahaan Pers,” pungkas Edo. (rl/ger/bfn)