Tim Relawan Lawan Covid Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, setiap hari berjaga untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lokasi posko gotong royong Kantor Desa Pesedahan. (foto: Man Age)
KARANGASEM, Balifactualnews.com,-Akibat minimnya pemahaman krama adat terhadap korban meninggal terindikasi Covid-19, membuat mereka cenderung enggan menerima korban dimakamkan di desanya.
Opini tersebut terungkap pada kejadian kasus terkini kematian seorang lansia berusia 70, yang selama ini tinggal di Denpasar akibat paparan Virus Corona yang hendak dimakamkan di Desa Adat Pesedahan, Desa Pesedahan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Sabtu (3/7/20) lalu.
Begitu berita kematian korban muncul di media sosial, beberapa warga awalnya berkeinginan untuk menolak kedatangan jenazah wanita yang sebelumnya memiliki riwayat keluhan sakit di paru-paru itu, untuk dikebumikan di Desa Adat Pesedahan yang merupakan desa asal mereka.
Sari misalnya. Dia merasa gundah dan setengah ketakutan mendengar korban Covid dikirim ke desanya. Ada juga Made berpendapat nyaris sama dengan Sari. Made malah mempertanyakan, kenapa harus dikubur di desa asal, mestinya dikremasi atau di kuburan khusus Covid.
“Jangan dibawa ke desa efeknya fatal. Belum lagi efek berantai keluarganya bisa saja OTG dan menyebarkan virus di desa,” katanya miris.
Razia Wajib masker selalu dilakukan Tim Relawan Covid-19 Desa Pasedahan (foto: Man Age)
Tidak saja warga biasa yang merasa takut, sosok seorang tokoh pun juga sempat memandang persoalan penyelesaian korban Covid. ` Bahkan tokoh itu menyarankan pada keluarganya, agar korban dikubur di tempat lain.
“Atau dibakar saja jangan dibawa ke desa,” ujarnya saat mendengar laporan keluarga korban akan meminta membawa ke desa untuk dikubur.
Masih banyak warga yang berpandangan semacam itu terhadap korban Covid, menandakan . masih awamnya pandangan warga mengenai prosedur yang benar memperlakukan korban Covid, begitu pula pemahaman disiplin yang benar dalam menghadapi Virus Corona tersebut.
Teja, salah seorang petugas kesehatan di desa setempat, mengatakan, korban meninggal akibat Virus Corona, wajib diperlakukan sesuai prosedur kesehatan penanganan korban Covid yang ada.
“Kalau memang sudah meninggal, selang 4 jam virus juga mati. Kekhawatiran yang berlebihan akibat kurang paham, justru semakin menambah rasa ketakutan lain, selain takut pada wabah wabah yang tidak tampak wujudnya,” ucap Teja.
Menurutnya, kasus seperti yang terjadi di Pesedahan, selayaknya mendapat kajian tim Covid secara berjenjang. Hal ini dinilainya sangat penting untuk lebih meningkatkan kapasitas sosialisasi atas ekses, dampak, serta eksekusi yang benar dalam memperlakukan korban meninggal atau pasien positif Covid. “Ini juga sebagai upaya pencegahan secara masif dikalangan masyarakat,” pungkasnya. (age/tio/bfn)