Utama  

Terteran Desa Adat Jasri, Tradisi Unik Usir Roh Jahat

banner 120x600
Team BFN/Nyoman Butur Suantara

KARANGASEM— Terteran atau ritual perang api adalah suatu ritual di Desa Adat Jasri, Kelurahan Subagan, Karangasem, Bali, yang digelar setiap dua tahun sekali. Selain untuk memohon keselamatan, tradisi ini juga bertujuan untuk mengusir roh jahat.

Sebab, tanpa tradisi tersebut maka upacara belum dikatakan lengkap. Di mana, tradisi tersebut layaknya perang kaum lelaki dengan jarak dekat melalui sarana prakpak (daun kelapa kering yang di ikat lalu di bakar Red).

“Terteran merupakan tradisi suci, mengajarkan tentang nilai kesantunan, sportivitas, persaudaraan dan keikhlasan. Karena itu setiap peserta wajib hukumnya menjaga tradisi ini bisa berjalan dengan sakral dan khidmat,”ucap Bendesa Adat Jasri I Nyoman Sutirtayasa, Rabu (6/3/2019).



Masyarakat setempat mengakui tradisi terteran merupakan tradisi turun-temurun yang memiliki makna peleburan hawa atau sifat negatif dengan media berupa api. Makna tersebut sifatnya berupa penafsiran.

“Ada juga yang mengartikan ‘meter-teran’ itu berasal dari kata ‘teer’ yang artinya memperlihatkan. Dalam artian, inilah saatnya bagi kaum laki-laki di Desa Adat Jasri untuk memperlihatkan kemampuan, ketangguhannya dalam menghadapi segala tantangan kehidupan,” ucapnya.

Dalam pelaksanaan terteran, kaum lelaki dibagi menjadi dua kutub yang berseberangan, yaitu kutub utara dan selatan, depan balai masyarakat. Selama melaksanakan ritual ini masyarakat diwajibkan memakai kamben (kain Bali) dan mengikuti aturan yang berlaku. Mereka tidak diperbolehkan berkata jorok dan kasar, dan tidak boleh tidak membawa unsur dengki atau permusuhan.

“Terteran ini menggunakan sarana prakpak yang dibakar, api itu melambangkan semangat yang harus dikobarkan di masing-masing masyarakat dalam melaksanakan yadnya, (sembah bakti),” ujar I Nyoman Sutirtayasa.

Dia menjelaskan, tradisi terteran digelar sehari sebelum dan setelah Nyepi. Tradisi ini kata dia, adalah warisan pengelingsir Desa Jasri, digelar setiap dua tahun sekali. Tujuannya untuk mengusir sifat-sifat  bhuta kala (kejahatan).

Sebelum menggelar terteran sebagian krama berkeliling di sekitar Desa Jasri ngiring  ida bhatara. Setelahnya seluruh warga langsung mengelar upacara pecaruan di Pantai Jasri Saat pulang dari upacara pecaruan sebagian pemedek yang datang dari arah selatan (Pantai Jasri) ditunggu krama yang telah berkumpul di sebelah utara.

Tiba dipertigaan, rombongan pengiring yang datang dari pantai sontak dilempar bara api daun kelapa. Perang dilakukan tiga sesi dengan tujuan agar sifat-sifat bhuta kala tidak kembali ke desa.

“Tradisi terteran juga digelar untuk memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dulu rumah warga sering diketuk (makhluk halus). Setelah upacara terteran digelar warga merasa nyaman. Tradisi ini sudah menjadi kepercayaan kami,” tutur Sutirtayasa.

Saat melakukan tradisi terteran, semua pengunjung dan pemedak dilarang menyalakan lampu, ataupun cahaya handphone. Kondisi area jalan pun dalam keadaan gelap gulita. Setelahnya, lampu kembali dinyalakan. (tha)