Daerah  

Tirta Empul, Mata Air Penawar Racun, Kini Jadi Ikon Wisata Dunia

banner 120x600

________________________________________________________________________________

Bali memang masih sangat kental adat istiadatnya, bahkan setiap harinya selalu ada yang mengadakan upacara adat. Kebudayaannya yang khas membuat wisatawan rela jauh-jauh untuk berkunjung ke Bali. Bahkan banyak wisatawan yang mengikuti aktivitas melukat di Pura Tirta Empul.

Tirta Empul merupakan sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasinya tepat di sebelah Istana Presiden Tampak Siring yang dulu dibangun oleh presiden Soekarno, berjarak kurang-lebih 40 km ke arah timur laut dari kota Denpasar.

Pura Tirta Empul terkenal karena terdapat sumber air yang hingga kini dijadikan air suci untuk melukat oleh masyarakat dari seluruh pelosok Bali, tak jarang wisatawan yang berkunjung pun tertarik untuk ikut melukat.



Mengenai nama pura ini kemungkinan besar diambil dari nama mata air yang terdapat di dalam pura ini yang bernama Tirta Empul. Tirta Empul artinya air suci yang menyembur keluar dari tanah.
Pura Tirta Empul dibangun pada zaman pemerintahan Raja Masula Masuli berkuasa dan memerintah di Bali. Hal ini dapat diketahui dari bunyi lontar Usana Bali.

Sedangkan permandian Tirta Empul dibangun pada zaman pemerintahan Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa, dan hal ini dapat diketahui dari adanya sebuah piagam batu yang terdapat di desa Manukaya yang memuat tulisan dan angka yang menyebutkan bahwa permandian Tirta Empul dibangun pada Sasih Kapat tahun Icaka 884, sekitar Oktober tahun 962 Masehi.


Baca : Pura Taman Ayun, Jejak Sejarah Dunia Berdirinya Raja Mengwi Badung


Dalam Prasasti Sading ada disebutkan, Raja Masula Masuli bertahta di Bali mulai tahun Saka 1100 atau tahun 1178 M, yang memerintah selama 77 tahun. Berarti Permandian Tirtal Empul dibangun lebih dulu kemudian Puranya. Ada perbedaan waktu sekitar 216 tahun antara pembangunan permandian Tirta Empul dengan pembangunan puranya.

Menurut pemangku Pura Tirta Empul, Dewa Gede Wenten, keberadaan Tirta Empul berawal dari seorang raja Mayadenawa yang terkenal dengan kekuasaan dan kesaktiaannya. Penduduk yang menyelenggarakan upacara persembahyangan harus menyembahnya.

Mendengar perilaku tersebut, maka Dewa Indra turun dari Indraloka bersama prajuritnya untuk melawan Mayadenawa. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan rakyat agar dapat kembali melakukan upacara keagamaan secara normal.

Dengan kesaktian dan tipu dayanya, Mayadenawa menciptakan tirta beracun alias tirta cetik. Tentu saja hal itu tak diketahui prajurit Dewa Indra yang meminumnya lantaran kehausan. Akibatnya, banyak prajurit Dewa Indra meninggal dikarenakan minum tirta cetik tersebut.

“Sampai kini lokasinya masih ada di lingkungan Taman Tirta Empul, terletak di sebelah barat tempat panglukatan,” papar Jero Mangku Wenten kepada tim balifactualnews.com.

Menghadapi masalah tersebut,kemudian Dewa Indra menugaskan para pendeta untuk menciptakan air (tirta) penawar racun, yaitu untuk mohon tirta kamandalu di Sorga Loka. Namun sayang, tirtanya jatuh dan tempatnya pecah di sebuah hutan yang mengakibatkan tempat tersebut menjadi harum. Tempat jatuhnya tirta tersebut kemudian dinamai dengan Alas Harum. Sedangkan Tempat jatuhnya tali sebagai pengikat tempat tirta, Hyang Ambu, kini dinamai Banjar Basangambu, yang terletak di timur Pura Tirta Empul.

Tirta Empul dijadikan sumber mata air oleh masyarakat setempat, dan diyakini sebagai air yang dapat memberikan kehidupan dan kemakmuran. Mata air suci ini terletak di bagian timur jaba tengah pura, di mana sebagian dialirkan ke sawah ( irigasi) untuk mengairi sawah yang cukup luas di Desa Pejeng.

Selain itu, juga dialirkan ke sebuah kolam pemandian yang ada di sebelah selatan Tirta Empul, dan sebagian lagi dialirkan ke Tukad Pakerisan yang jaraknya hanya beberapa meter saja. Bila ingin malukat, pamedek diharapkan membawa dua pajati dan canang secukupnya. Satu pajati dihaturkan pada tempat malukat, guna memohon kelancaran malukat.

Selanjutnya, pamedek turun langsung ke kolam yang ada pancuran tirta. Berawal dari sebelah kiri, dilanjutkan ke pancuran berikutnya sampai paling kanan. Jero Mangku Wenten , menjelaskan dua tirta yang tidak boleh digunakan untuk malukat, yakni Tirta Pengentas dan Tirta Pabersihan karena kedua tirta tersebut hanya digunakan untuk upacara Pitra Yadnya.

Selesai malukat di tempat taman tirta yang pertama, maka dilanjutkan malukat di taman tirta yang berada di halaman tengah taman tirta yang terisi nama Tirta Empul. Bila sudah, maka dikatakan prosesi malukat selesai, dan pamedek mengganti pakian menggunakan yang kering. Dengan berpakian adat atau adat madya, sebab akan ke jeroan pura untuk melakukan persembahyangan.

Nah, di jeroan pura inilah satu pejati dihaturkan, sebagai ucapan terimakasih kepada Ida Sasuhunan yang bersthana di Pura Tirta Empul. Juga sebagai permohonana maaf, jika selama panglukatan ada salah ucap atau tindakan yang tidak sengaja dilakukan.

Banyak pula para wisatawan yang ikut turun untuk mensucikan diri di Pura Tirta Empul termasuk tim balifactualnews.com yang memang akan sembahyang disana.

Masuk ke areal Pura Tirta Empul, pengunjung akan dikenakan retribusi tiket masuk Rp. 15.000/orang, lengkap dengan kamben (sarung) adat khas Bali (gratis), karena akan menuju tempat yang suci.

Bagi wanita yang sedang berhalangan dilarang memasuki Pura karena sedang dalam kondisi tidak bersih. (tim)