“Kejaksaan jangan setengah-setengah dalam menangani kasus dugaan korupsi yang ada. Selain kasus bedah rumah, kasus masker juga perlu digenjot. Dugaan korupsi pengadaan sembako (tribako) juga ada. Perkaranya sempat ditangani pihak kepolisian, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasannya”
( Mangku Suastika/ Masyarakat Karangasem )
Pejabat Dinas Perkim dan masyarakat penerima bedah rumah saat dihadirkan dalam persidangan Pengadilan Tipikor Denpasar, beberapa waktu lalu.
KARANGASEM, Balifactualnews.com—Pengadilan Tipikor, Denpasar, berhasil mengungkap fakta-fakta baru berkaitan kasus dugaan kasus korupsi bedah rumah di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, yang menyeret Peberkel Tianyar Barat Agung Pasrisak Juliawan dan empat terdakwa lainnya ke jeruji besi.
Persidangan yang dipimpin hakim Heriyanti SH.MH, secara gamblang menyebutkan, bahwa dugaan kasus tindak pidana korupsi itu bisa terjadi, akibat adanya pembiaran dari Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) dalam melakukan pengawasan terhadap pembangunan program bedah rumah tersebut.
Berita seputar pemeriksaan saksi-saksi dari Dinas Perkim di Pengadilan Tipikor, Denpasar yang dibagikan ke beberapa WA grup (komunitas masyarakat Karangasem), mendapat tanggapan yang beragam. Di WA grup Karangasem Bersehati, misalnya. Masyarakat menilai ada pembiaran yang dilakukan Dinas Perkim sehingga memicu terjadinya tidak pidana korupsi 405 unit bantuan bedah rumah dari Pemkab Badung tersebut.
“Sepertinya ada unsur kesengajaan memperlemah pengawasan oleh yang membidangi atau memang lalai atas tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Semoga para penegak hukum (Kejari ) Karangasem bisa mengusut tuntas dugaan kasus korupsi ini hinga ke akar-akarnya,” komentar Aji Mangku, asal Besakih.
Sementara itu, di WAG MEJABUNDARKARANGASEM, masyarakat menilai, Dinas Perkim seperti cuci tangan dengan melempar bola panas itu ke Dinas Sosial dalam kasus yang memunculkan kerugian negara sebesar Rp 4,5 miliar lebih itu.
“Kalau Dinas Sosial yang memiliki kewenangan, kenapa Perkim pernah turun mengecek kegiatan tersebut sampai mengetahui sudah ada rumah yang selesai dan ada yang belum selesai? Apakah saat monev itu hanya untuk melihat bangunan fisiknya, tanpa melihat proses dan alur dari dananya? Semestinya semuanya harus diawasi dan dimonitoring, baik dari pencairan dananya maupun dari sisi kelayakan hingga bisa menerima bantuan itu,” sambung I Wayan Belog dalam WAG itu.
Sementara itu, Ramdes menimpali, monev yang dilakukan Dinas Perkim hanya satu kali, itu hanya akal-akalan saja dari pembiaran yang sudah dilakukan sejak awal pembangunan bedah rumah tersebut. Dia menduga, pembiaran ini, bisa saja karena ada tekanan dari pimpinan. Terlebih, Bupati Karangasem saat itu, tidak ada mengeluarkan penugasan berupa SK terkait monev yang dilakukan Dinas Perkim termasuk juga perintah dalam bentuk lisan.
“Sepertinya pembiaran pengawasan ini sudah datang dari hulunya. Semestinya pengawasan sudah mulai dilakukan saat penerimaan dana sampai dana itu disalurkan. Bisa saja terjadi penyalahgunaan wewenang, sebagai masyarakat saya berap Kejari Karangasem bisa mengusutnya,” ucap Ramdes.
Dipihak lain, Mangku Suastika, mendesak Kejari Karangasem untuk tidak setengah-setengah dalam menangani kasus korupsi di wilayahnya. Menurutnya pengungkapan kasus dugaan korupsi bedah rumah di Tianyar Barat sudah bagus, namun masih perlu dimaksimalkan karena ditengarai ada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus itu, selain lima terdakwa yang perkaranya sudah ditangani Pengadilan Tipikor.
“Kejari jangan setengah-setengah dalam menangani kasus dugaan korupsi yang ada. Selain kasus bedah rumah, kasus masker juga perlu digenjot. Dugaan korupsi pengadaan sembako (tribako) juga ada. Perkaranya sempat ditangani pihak kepolisian, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasannya,” pungkas Suastika. (tio/bfn)