Tak Libatkan Warga, Pembangunan Krematorium di Desa Adat Liligundi Bebandem Menuai Protes


KARANGASEM, Balifactualnews.com – Dibangunnya Krematorium di desa Adat liligundi kecamatan Bebandem Kabupaten karangasem yang baru sebatas senderan, menuai protes oleh puluhan warga dan ereka mendatangi kantor Desa Bebandem pada Jumat(22/1/2021), untuk menyatakan keberatan karena keputusan pembangunan Krematorium itu tanpa melibatkan aspirasi krama desa Adat Liligundi lainnya dan cenderung hanya berdasarkan keputusan prajuru adat setempat.

Disaksikan dari aparat kepolisian dan unsure TNI, Perbekel Desa Bebandem, I Gede Partadana menerima warga yang datang diantaranya dari penglingsir Dadia, tokoh banjar dan perwakilan Banjar Liligundi Kaja dan Kelod.

Tokoh Banjar Adat Liligundi sebagai perwakilan warga, I Komang Wenten mengatakan, mereka datang dalam rangka pengaduan untuk ditolaknya pembangunan Krematorium yang terindikasi tidak adanya transparansi oleh prajuru adat.

“Atas pembanguna Krematorium di desa Adat kami, kami menghadap Perbekel desa Bebandem sebagai fasilitator dan mendengar keluh kesah kami terkait pemabangunan tempat kremasi ini,” ujar Komang Wenten.

Mewakili warga, ia menyayangkan terhadap sikap para prajuru adat yang tidak melakukan rapat atau paruman terlebih dahulu melibatkan masyarakat untuk menampung aspirasi. Masyarakat begitu kaget saat pembangunan pada lahan seluas 10 are tersebut terjadi pada 14 Janauri 2021 lalu.

“Apalagi masyarakat tidak mengetahui asal usul sumber dana yang digunakan dalam pembangunan itu, tidak ada kejelasan,” bebernya melanjutkan.

Ia sangat menyesalkan kejadian ini, meski dari segi ekonomi menguntungkan namun pihaknya tidak berorientasi dalam hal itu, yang terpenting ada keterbukaan dan masyarakat diajak untuk berdiskusi meminta pendapat, tidak hanya keputuisan sepihak para prajuru yang seolah olah telah mewakili masyarakat.

“Apalagi pembangunan Krematorium itu menggunakan lahan persawahan milik Desa Adat, hal itu juga terkait pembebasan tanah, tentu harus mendapat persetujuan dan kesepakatan bersama karma desa,” jelas Komang Wenten.

Untuk itu mewakili karma ia berharap adanya keterbukaan dari pembangunan tempat kremasi ini, karena sebagian besar masyarakat desa Adat liligundi menolak. “Ini terkait kesakralan desa kami agar tetap ajeg, karena disana sudah ada setra(kuburan-red), tak bisa kami bayangkan seandainya ada penitipan mayat sapi yang menyebabkan antrean panjang jenasah” tegasnya lagi.

Dalam hal ini Komang Wenten sebagai perwakilan amsyarakat mengaku belum melakukan mediasi kepada prajuru adat, karena diakuinya antara warga dan prajuru ada hubungan yang berjarak, dan diharapkan perbekel Desa Bebandem sebagai mediator agar bisa menyelesaikan masalah ini.

Sementara itu Perbekel Desa Bebandem, I Gede Partadana mengatakan sudah menampung keluhan warga Desa Adat Liligundi yang diwakili Komang Wenten terkait dengan pembanguna Krematorium di desa mereka, serta upaya yang dilakukan dengan tepat dan bijak ini, pihak sangat mengapresiasi dan berterimakasih.

“Penyampaian keluhan yang ditempuh tersebut sangat tepat dan kondusif, setiap kebijakan atau rencana di suatu desa tentu harus melalui mekanisme persetujuan warga setempat, saat ini kami sudah meminta agar pembangunan itu dihentikan sampai proses mediasi atas masalah ini ada solusinya,” jelasnya. (zl/ger/bfn)